Personal Success

Fobia atau Alergi dan Dampaknya pada Kehidupan

Masih ingat artikel yang lalu? Saya saja lupa … hahahaha.

Yaa … artikel yang lalu saya membahas tentang apakah fobia atau alergi walau tak mengganggu perlu disembuhkan atau tidak.

Masalah utamanya sebenarnya bukan apakah perlu atau tidak tapi lebih terkait dengan penyebab dari fobia tersebut.

main qimg 33a37fbc97671a2553ed49fa090ec92f

Saya akan mengambil contoh kasus dari seorang wanita yang fobia dengan cabe rawit. Setiap kali melihat cabe maka ia akan menghindar. Dan jika cabe itu di makanan masih terlihat maka ia akan membuang makanan itu walau potongan cabe itu hanya 1 buah dan  sebesar setengah butiran nasi!!

Mungkin bagi orang awam itu keterlaluan sekali karena itu jelas tak akan membuat seseorang kepedasan.

Nah wanita tersebut merasa fobia cabenya tak perlu diterapi karena ia bisa menghindari hal itu dengan cara memesan makanan yang tak ada cabenya. Sampai suatu saat ia datang di salah satu seminar saya dan akhirnya mendapatkan pencerahan tentang mengapa fobianya harus diterapi.

Ingatlah pembaca bahwa kalau fobia cabenya diterapi bukan berarti ia akan suka atau bahkan maniak cabe. Ia tetap boleh memilih makanan tanpa cabe tapi itu dilakukan karena memang adalah pilihan sadar.

Singkat cerita kasus itu pun saya terapi dan akhirnya terungkap sebuah kisah masa lalu dimana saat ia masih kecil dan nilai ulangannya jelek dia dimarahi oleh mamanya dan mulutnya dijejali cabe sampai ia menangis meraung-raung kepedasan dan tidak ada yang menolong.

Dari situlah fobia cabenya bermula. Jadi dibalik fobia cabenya adalah sebuah kemarahan pada mamanya.

Seminggu setelah sesi terapi klien tersebut memberikan laporan bahwa ada hal aneh yang biasanya tak pernah terjadi.

Klien menceritakan sebelum diterapi jika ia mendapati anaknya melakukan kesalahan atau mendapatkan nilai kurang bagus di pelajaran sekolahnya maka ia akan meledak-ledak marah.

Setelah marah ia akan menyesal karena harusnya tak perlu marah sampai segitu hebatnya apalagi anaknya juga masih mendapatkan nilai yang cukup bagus dan di atas batas nilai minimal yang disyaratkan. Namun janji hanyalah janji. Saat ia mendapati anaknya memiliki nilai yang menurutnya kurang bagus maka ia akan meledak marah lagi.

Nah setelah sesi terapi membereskan fobia cabenya ia pulang dan anaknya melaporkan nilai tesnya yang sedikit di atas nilai batas minimal. Biasanya ia akan meledak marah kalau mendengar kabar seperti itu. Namun kali ini ia dengan santainya menjawab bahwa itu tak apa dan ia minta anaknya belajar lebih rajin dan lebih teliti lagi kalau mengerjakan soal.

Ia terhenyak heran apa gerangan yang terjadi. Kemana emosi yang selama ini berusaha dikontrolnya namun selalu gagal itu hahahaha.

Ia langsung chat pada saya mengabarkan “keajaiban” itu dan menanyakan apakah itu dampak dari sesi terapi fobia cabe yang sukses dijalaninya.

Nah pembaca itu baru satu contoh kasus nyata yang saya terapi. Ada ratusan klien fobia yang setelah saya terapi melaporkan hal-hal ajaib yang tadinya mereka pikir tak ada hubungannya dengan fobia yang mereka derita.

Jadi sekarang Anda paham kan bahwa bukan masalah apakah itu bisa dihindari atau tidak tapi yang lebih utama adalah apakah pemicu yang melatarbelakangi terbentuknya fobia tersebut.

Pemicu inilah yang menjadi luka batin di memori bawah sadar dan mengendalikan perilaku seseorang. Jadi fobia yang tampak di kehidupan sehari-hari seseorang itu sebenarnya hanyalah sebuah puncak gunung es yang terlihat menonjol di atas permukaan laut.

Apa yang ada di bawah puncak gunung es itu jauh lebih mengerikan kalau sampai meledak. Jadi bagi Anda yang memiliki fobia atau alergi tertentu sekarang apakah masih mau memelihara luka batin Anda? Maukah Anda melepaskannya sehingga hidup Anda menjadi jauh lebih berkualitas?? Atau masih mau dipegang saja sepanjang hayat masih dikandung badan??? Hahahaha … tak masalah karena fobia itu kan milik Anda bukan milik siapa-siapa.

Thank You

Back to top button